Bulan April lalu di tahun ini, sejumlah Mahasiswa yang meyebut dirinya dalam Front Pemuda Bersatu (FPB) Korps Mahasiswa Kota Makassar Melakukan aksi protes terhadap layanan kesehatan di Cardiac Center di Rumah Sakit Pendidikan Wahidin Sudirohusodo. Hal ini terkait adanya ketidakpuasaan terhadap pelayanan yang diberikan di bagian tersebut. (http://metronews.fajar.co.id/read/90429/61/unjuk-rasa-protes-pelayanan-cardiac-centre)
Dari data yang diperoleh, beberapa indikator pelayanan kesehatan yang dinilai tidak sesuai dengan hak pasien adalah
1. Praktik tidak menyenangkan Pasien, dimana pasien tidak diberi kewenangan untuk memilih dan menentukan dokter spesialis jantung. Yang ada Pasien mendapatkan perlakuan kurang menyenangkan, yakni dokter malah bersikap emosi kepada pasien.
2. Jika pasien tidak memenuhi ketentuan yang telah digariskan, Pasien dipersilahkan pindah ke rumah sakit lain.
3. Hanya dokter tertentu yang boleh memasukkan dan menangani pasien di Cardio Vaskuler Care Unit (CVCU). Dokter non Dosen tidak boleh menangani jika hendak menangani sendiri di CVCU.
Sejauh ini, sejumlah pasien telah mengeluh (yang terdeteksi 6 orang) dengan pelayanan yang kurang simapatik, etis dan profesional tersebut. Namun, hingga saat ini belum ditemukan data yang jelas mengenai data pasti jumlah pasien, masalah ini tentunya fenomena gunung es. Dimana, telah banyak yang menjadi korban ketakadilan tersebut. Hingga saat ini, setelah melakukan penelusuran, pasien yang pernah mendapatkan layanan medis tersier di cardiac dan menilai pelayanan yang didapatkannya sangat bertolak belakang dengan hak-hak pasien, yakni dua dosen Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.
Salah satunya adalah Dr. Ir. Djoni Prawira, M.S yang pernah melakukan operasi pemasangan cincin di jantungnya. Karena setelah melakukan tindakan dilakukan kateter dan diberi resep obat oleh seorang oknum dokter di cardiac center, ia merasa tubuhnya mengalami pusing dan pada saat dikateter, ia merasa mual. Akhirnya iapun, berinisiatif untuk mengganti dokter dinilainya lebih pantas atau yang dinilainya telah sejak lama mengetahui rekam jejak penyakitnya. Namun, dosen ini mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan. Dosen yang menanganinya saat itu, malah bersikap emosional (Marah) terhadap pasien. Dan buruknya itu termasuk aturan yang harus dipatuhi, jika tak mau mengikuti aturan silahkan pindah ke rumah sakit lain.
Dekan fakultas Peternakan yang saat itu mendampingi Djoni, Prof. Dr. Ir. Syamsuddin Hasan, M. Sc, yang menyaksikan perdarahan pasca kateter, ia pun merasa ada tindakan yang ganjal dari dokter yang dimaksud, rabu (7/04). Merasa harus berkonsultasi kepada orang yang lebih tahu dengan kondisi seperti itu. Akhirnya ia pun meminta tanggapan kepada Prof Idrus A. Paturusi SP.B, SP.BO mengenai tindakan yang harus diambilnya saat itu. Alhasil, syamsuddin pun disarankan untuk mengganti dokter yang menanganinya. Dan dokter yang dimaksud masih dalam wilayak kerja RSPWS. Namun, hal itu tidak dibenarkan oleh pihak cardiac center dengan alasan dokter pengganti tersebut bukanlah seorang dosen.
Kini, seorang dosen fakultas Peternakan juga mengalami hal yang sama, namun sayang, tak ada keberanian pasien untuk memperjuangkan hak pasiennya yang telah tertuang dalam undang-undang. Adanya perasaan tidak enak kepada dokter terkait jika harus mengganti pasien akhirnya membuatnya surut untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik lagi.
Konflik Internal Dokter Di balik Rendahnya kualitas pelayanan di Bagian Cardiac Center Rumah Sakit Pendidikan Wahidin Sudirohusodo Makassar
Ketakpuasaan pasien akibat rendahnya kualitas pelayanan kesehatan tentunya disebabkan oleh berbagai faktor. Dari penelusuran di lapangan, hal yang mencuat adalah adanya aturan internal rumah sakit yang lebih dijunjung tinggi dari peraturan perundang-undangan itu sendiri.
Hubungan senioritas yang kuat antara sesama profesi dokter membuat, tak ada yang berani menlakukan tindakan cepat jika seorang dokter apalagi senior melakukan ketidaktelitian atau kesalahan. Hal ini tentunya mempengaruhi sistem yang ada. alhasil yang menjadi korban adalah pasien yang tak tahu menahu dengan sistem yang ada dalam rumah sakit tersebut.
Tak hanya itu, adanya persaingan dan unsur kapitalisme yang terpatron dalam kepala dokter menjadi biang masalah buruknya kualitas pelayanan kesehatan. Persaingan untuk mendapatkan pasien dan adanya persaingan kubu dalam rumah sakit mengorbankan pasien yang seharusnya mendapat pelayanana yang baik.
Unsur kapitalisme, ingin mengeruk keuntungan yang berlebihan melalui proses medis juga menjadi penyebab. Misalnya yang dialami oleh Djoni, oleh dokter yang pertama menanganinya, ia diberitahukan bahwa untuk pemasangan satu cincing jantung ditanggung oleh asuransi kesehatan. Selebihnya menjadi tanggungan pasien dengan biaya RP 30 juta.
seharusnya pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit menjadi pembelajaran bagi mahasiswa bidang kesehatan yang kelak akan memberikan jasa pelayanan yang sesungguhnua di masyarakat.
Kualitas Pelayanan di RSPWS yang Masih Perlu di Benahi
Kamis, 03 Juni 2010
by
HIMAPID
·
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar