Saat ini kasus polio menjadi isu krusial dan topik perbincangan publik, khususnya bagi kalangan pemerhati kesehatan pada anak usia balita. Tidak hanya daerah perkotaan, bahkan menyebar di beberapa daerah pedesaan. Maraknya penyakit polio membuat masyarakat menjadi resah, mengingat penyakit menular berdampak negatif pada anak usia balita. Oleh sebab itu membutuhkan perhatian yang sangat serius.
Polio atau poliomyelitis merupakan penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus dengan predileksi pada sel anterior masa kelabu sumsum tulang belakang dan inti motorik batang otak dan akibat kerusakan bagian susunan saraf tersebut akan terjadi kelumpuhan dan atrofi otot
Underwood pada tahun 1787 mengungkapkan poliomyelitis sebagai penyakit paralysis akut pada anak. Pada abad XIX, Kussmaul menamai penyakit ini sebagai poliomeilitis akut.
Heini (1940), seorang ahli bedah tulang dari Jerman pertama kali menggambarkan gejala klinis polio dan pada tahun 1890 Medin dari Swedia melaporkan gambarkan epidemiologi penyakit ini, sehingga penyakit ini sering di sebut penyakit Heini dan Medin. Tahun 1909, Lansteiner dan Popper berhasil memindahkan penyebab poliomeilitis ke otak orang dengan cara inokulasi. Kemudian Enders dkk (1949), berhasil membiakkan virus polio ke dalam sel secara invivo. Penemuan ini merupakan awal perkembangan virologi sehingga gambaran epidemiologi dan patogenesis penyakit ini semakin jelas.
Tahun 1988, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mensahkan resolusi untuk menghapus polio sebelum tahun 2000. Pada saat itu masih terdapat sekitar 350 ribu kasus polio di seluruh dunia. Meskipun pada tahun 2000, polio belum terbasmi, tetapi jumlah kasusnya telah berkurang hingga di bawah 500. Polio tidak ada lagi di Asia Timur, Amerika Latin, Timur Tengah atau Eropa, tetapi masih terdapat di sejumlah kecil di India dan Pakistan sedangkan di Nigeria, penyakit ini masih terus berjangkit karena pemerintah yang mencurigai vaksin polio yang diberikan dapat mengurangi fertilitas dan menyebarkan HIV. Tahun 2004, pemerintah Nigeria meminta WHO untuk melakukan vaksinasi lagi setelah penyakit polio kembali menyebar ke seluruh Nigeria dan 10 negara tetangganya. Konflik internal dan perang saudara di Sudan dan Pantai Gading juga mempersulit pemberian vaksin polio.
Meskipun banyak usaha telah dilakukan, pada tahun 2004 angka infeksi polio meningkat menjadi 1.185 di 17 negara dari 784 di 15 negara pada tahun 2003. Sebagian penderita berada di Asia dan 1.037 ada di Afrika. Nigeria memiliki 763 penderita, India 129, dan Sudan 112.
Pada tanggal 17 september 2006 ditemukan kasus liar poliovirus tipe I di Kenya, pada saat itu ditemukan 216 kasus yang dibawa oleh pendatang dari Somalia yang merupakan negara tetangga dari Kenya.
Di Indonesia perkembangan KLB Polio sejak ditemukannya kasus polio pertama Maret 2005 lalu setelah 10 tahun (1995-2005) tidak ditemukannya lagi kasus polio. Namun penyakit polio ini kembali mewabah di indonesia tahun 2005. Hingga tanggal 21 november 2005, ditemukan 295 kasus polio yang terdapat di 40 kabupaten yang ada di 10 propinsi yakni Banten, Jawa Barat, Lampung, Jawa Tengah, sumut, Jawa Timur, Sumatera Selatan, DKI, Riau, dan Aceh.
Penyakit polio umumnya menyerang anak-anak balita, karena itu imunisasi bagi mereka sangat penting untuk memberikan perlindungan terhadap ancaman kematian dan kelumpuhan. Tetapi tidak semua kelumpuhan disebabkan oleh virus polio. Anak balita yang sudah di imunisasi polio secara berulang-ulang minimal 6 kali akan menjadi kebal terhadap virus.
JENIS-JENIS POLIO
1.Polio Non-Paralisis
Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, saki perut, lesu dan sensitif. Terjadi kram otot pada leher dan punggung, otot terasa lembek jika disentuh.
2.Polio Paralisis Spinal
Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai. Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi pada kaki. Setelah poliovirus menyerang usus, virus ini akan diserap oleh kapiler darah pada dinding usus dan diangkut seluruh tubuh. Poliovirus menyerang saraf tulang belakang dan neuron motor -- yang mengontrol gerak fisik. Pada periode inilah muncul gejala seperti flu. Namun, pada penderita yang tidak memiliki kekebalan atau belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian batang saraf tulang belakang dan batang otak. Infeksi ini akan mempengaruhi sistem saraf pusat -- menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring dengan berkembang biaknya virus dalam sistem saraf pusat, virus akan menghancurkan neuron motor. Neuron motor tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat. Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas -- kondisi ini disebut acute flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada toraks (dada) dan abdomen (perut), disebut quadriplegia.
3.Polio Bulbar
Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang otak ikut terserang. Batang otak mengandung neuron motor yang mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai otot yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka; saraf auditori yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbgai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher.
Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian. Lima hingga sepuluh persen penderta yang menderita polio bulbar akan meninggal ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian biasanya terjadi setelah terjadi kerusakan pada saraf kranial yang bertugas mengirim 'perintah bernapas' ke paru-paru. Penderita juga dapat meninggal karena kerusakan pada fungsi penelanan; korban dapat 'tenggelam' dalam sekresinya sendiri kecuali dilakukan penyedotan atau diberi perlakuan trakeostomi untuk menyedot cairan yang disekresikan sebelum masuk ke dalam paru-paru. Namun trakesotomi juga sulit dilakukan apabila penderita telah menggunakan 'paru-paru besi' (iron lung). Alat ini membantu paru-paru yang lemah dengan cara menambah dan mengurangi tekanan udara di dalam tabung. Kalau tekanan udara ditambah, paru-paru akan mengempis, kalau tekanan udara dikurangi, paru-paru akan mengembang. Dengan demikian udara terpompa keluar masuk paru-paru. Infeksi yang jauh lebih parah pada otak dapat menyebabkan koma dan kematian.
Tingkat kematian karena polio bulbar berkisar 25-75% tergantung usia penderita. Hingga saat ini, mereka yang bertahan hidup dari polio jenis ini harus hidup dengan paru-paru besi atau alat bantu pernapasan. Polio bulbar dan spinal sering menyerang bersamaan dan merupakan sub kelas dari polio paralisis. Polio paralisis tidak bersifat permanen. Penderita yang sembuh dapat memiliki fungsi tubuh yang mendekati normal.
E.GAMBARAN KLINIS
Tanda klinik penyakit polio pada manusia sangat jelas sehingga penyakit ini telah dikenal sejak 4.000 sebelum Masehi dari pahatan dan lukisan dinding di piramida Mesir. Sebagian terbesar (90 persen) infeksi virus polio akan menyebabkan inapparent infection, sedangkan 5 persen akan menampilkan gejala abortive infection, 1 persen non-paralytic, sedangkan sisanya menunjukkan tanda klinik paralitik.
Penderita yang menunjukkan tanda klinik paralitik, 30 persen akan sembuh, 30 persen menunjukkan kelumpuhan ringan, 30 persen menunjukkan kelumpuhan berat, dan 10 persen menunjukkan gejala yang berat dan bisa menimbulkan kematian. Masa inkubasi biasanya berkisar 3-35 hari. Penderita sebelum masa ditemukannya vaksin, terutama berusia di bawah 5 tahun. Setelah adanya perbaikan sanitasi serta penemuan vaksin, penderita bergeser usianya pada kelompok anak berusia di atas 5 tahun.
Pada stadium akut (sejak adanya gejala klinis hingga 2 minggu) ditandai dengan suhu tubuh yang meningkat, jarang lebih dari 10 hari, kadang disertai sakit kepala dan muntah.
Kelumpuhan terjadi dalam seminggu dari permulaan sakit. Kelumpuhan ini terjadi sebagai akibat dari kerusakan sel-sel motor neuron di Medula spinalis (tulang belakang) yang disebabkan karena invasi virus.Kelumpuhan ini bersifat asimetris sehingga cenderung menimbulkan deformitas (gangguan bentuk tubuh) yang cenderung menetap atau bahkan menjadi lebih berat. Sebagian terbesar kelumpuhan akan mengenai tungkai (78,6 persen), sedangkan 41,4 persen akan mengenai lengan. Kelumpuhan ini akan berjalan bertahap dan memakan waktu 2 hari s/d 2 bulan).
Pada stadium sub-akut (2 minggu s/d 2 bulan) ditandai dengan menghilangnya demam dalam waktu 24 jam atau kadang suhu tidak terlalu tinggi. Kadang disertai kekakuan otot dan nyeri otot ringan. Kelumpuhan anggota gerak yang layuh dan biasanya pada salah satu sisi.
Stadium Konvalescent (2 bulan s/d 2 tahun) ditandai dengan pulihnya kekuatan otot yang lemah. Sekitar 50-70 persen dari fungsi otot pulih dalam waktu 6-9 bulan setelah fase akut. Selanjutnya, sesudah usia 2 tahun diperkirakan tidak terjadi lagi perbaikan kekuatan otot. Stadium kronik atau lebih 2 tahun dari gejala awal penyakit biasanya menunjukkan kekuatan otot yang mencapai tingkat menetap dan kelumpuhan otot yang ada bersifat permanen.
PENCEGAHAN
Dalam World Health Assembly tahun 1998 yang diikuti oleh sebagian besar negara di penjuru dunia dibuat kesepakatan untuk melakukan Eradikasi Polio (Erapo) tahun 2000, artinya dunia bebas polio tahun 2000. Program Eropa pertama yang dilakukan adalah dengan melakukan cakupan imunisasi yang tinggi dan menyeluruh. Kemudian diikuti dengan Pekan Imunisasi Nasional yang telah dilakukan Depkes tahun 1995, 1996, dan 1997. Pemberian imunisasi polio yang sesuai dengan rekomendasi WHO adalah diberikan sejak lahir sebanyak 4 kali dengan interval 6-8 minggu. Kemudian diulang usia 1½ tahun, 5 tahun, dan usia 15 tahun
Upaya ketiga adalah Survailance Acute Flaccid Paralysis atau penemuan penderita yang dicurigai lumpuh layuh pada usia di bawah 15 tahun harus diperiksa tinjanya untuk memastikan karena polio atau bukan.
Tindakan lainnya adalah melakukan Mopping Up, artinya pemberian vaksinasi massal di daerah yang ditemukan penderita polio terhadap anak di bawah 5 tahun tanpa melihat status imunisasi polio sebelumnya.
Tampaknya dengan era globalisasi di mana mobilitas penduduk dunia antarnegara sangat tinggi dan cepat mengakibatkan kesulitan mengendalikan penyebaran virus ini.
Selain pencegahan dengan vaksinasi polio, harus disertai dengan peningkatan sanitasi lingkungan dan higienis sanitasi perorangan untuk mengurangi penyebaran virus yang kembali mengkhawatirkan ini.
Polio Masalahnya dan cara pencegahannya
Rabu, 05 November 2008
by
HIMAPID
·
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar